Trip #13: Jembatan Api-api, Wisata Ngehitz di Perbatasan Jogja - Purworejo


Jembatan Api-Api (dok. pribadi)

Perjalananku kali ini sampai di ujung kulon Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tepatnya di perbatasan antara Kulon Progo dengan Purworejo, Jawa Tengah. Sebenarnya jaraknya gak terlalu jauh dibandingkan menuju ke perbatasan kota di ujung timur (baca Gunung Kidul - Wonogiri). Tapi karena aku belum terbiasa dan buta arah alias bingung arah, yang sebenarnya jalan ke barat jadi terasa ke selatan dan sebaliknya, jadi terasa 'ngaluk-aluk' bahasa Jawanya.

Ow iya, sebelum cerita soal perjalan yang cukup melelahkan karena sempat nyasar juga, selalu pertama adalah alasan kenapa jauh-jauh 'nglurug' ke sana. Eh iya kelupaan, nama obyek wisatanya Jembatan Api-api di kawasan hutan mangrove Kulon Progo. Tahun lalu (2016), Jembatan Api-api ini sangat ngehitz. Mungkin karena view dan fasilitas pendukungnya, seperti spot-spot untuk selfie sangat instagramable, jadi tak heran klo banyak yang penasaran pengen ke sana. Termasuk aku dan ponakanku.

Suatu ketika, tepatnya sekitar pertengahan bulan Desember 2016, pas ada cuti panjang dan libur sekolah, akhirnya kami memutuskan untuk piknik ke Jembatan Api-api yang emang sudah lumayan lama kami rencanakan.

Berbekal 'peta' yang kami searching dari mbah Gugel, berangkatlah kami dengan mengambil jalur dari Moyudan kemudian melewati Jalan Wates hingga masuk wilayah Kulon Progo. Seperti aku ceritakan di awal bahwa kami sempat nyasar. Ceritanya, sampai persimpangan patung kuda (Nyi Ageng Serang), menurut 'petunjuk' ambil kiri sampai ketemu terminal Wates yang katanya gak terlalu jauh dari titik arah tersebut. Kami pun patuh, tapi kok sudah lumayan jauh, gak ketemu juga terminalnya. Nyadar klo kesasar, sampai bangjo kami pun tanya ke salah satu pengendara motor di sebelah kami, dan benar saja, kami salah jalan. Mau gak mau ya harus putar balik ke patung kuda lagi ketimbang gak nyampe-nyampe.

Sampai patung kuda lagi, lalu kami ambil kiri dan beneran ketemu terminal yang disebut-sebut itu. Lega! Eits gak cuma sampai situ saja kebingungan kami, karena di petunjuk itu juga disebutkan ada rumah makan padang sebagai ancer-ancer dah hampir sampai lokasi, dan kami menemukan rumah makan itu. Pikir kami, wah dah mau sampai e... 'jebul' masih jauh... Ternyata ada sejumlah rumah makan serupa di sepanjang jalan. Weleh... tiwas ayem :D

Perjalanan terus berlanjut sampai akhirnya kami menemukan petunjuk menuju kawasan hutan mangrove Kulon Progo. Pun itu kami sempat salah masuk, karena melalui TPR Pantai Congot yang sangat dekat dengan lahan yang akan dijadikan bandara baru. Untungnya, bapak penjaga TPR baik hati, kami diarahkan untuk melewati pintu masuk yang lain, dengan jarak sekitar 300 meter barat Pantai Congot.





Arah menuju Jembatan Api-api (dok. pribadi)

Sekitar tengah hari, kami sampai juga di kawasan wisata Jembatan Api-api, setelah melewati jalur sempit namun penuh kendaraan-kendaraan besar, hingga kami beberapa kali harus menghentikan langkah untuk berbagi jalan dengan wisatawan lainnya, yang menunggang mobil maupun bus-bus wisata.

Karena hari itu pas hari libur nasional, jadi banyak pengunjung yang datang. Rata-rata mereka piknik bersama rombongan, seperti beberapa orang yang kebetulan jajan bareng kami di salah satu warung siomay, deket pintu masuk. Eh ngomongin soal jajanan, menurutku ada baiknya kli kita bawa bekal sendiri dari rumah. Sebab, meskipun lumayan banyak warung makan, tapi relatif mahal dan porsinya kecil jadi gak mengenyangkan bagi yang doyan makan seperti saya hehe.


Menu makan siang di warung Siomay (dok. pribadi)

Makan siang selesai, saatnya menjelajahi kawasan hutan mangrove Jembatan Api-api yang terletak di Dusun Pasir Mendit, Desa Jangkaran, Kecamatan Temon,  Kabupaten Kulon Progo, DIY. Sebenarnya, ada empat obyek wisata di kawasan hutan mangrove ini. Selain Jembatan Api-api, juga ada Pantai Pasir Kadilangu, Wanatirta Pasir Mendit, dan Maju Lestari. Namun dari kekempat obyek yang saling berdekatan itu, Jembatan Api-api paling populer.

Dengan berbekal karcis masuk Rp 5 ribu per orang, kami pun menyusuri "Tol Japin Atas" dengan berjalan kali, sembari sesekali menyapa pengunjung lain saat berpapasan. Jembatan Api-api ini terbuat dari konstruksi bambu, dengan dua tingkat. Yang lantai atas atau "Tol Japin Atas" untuk pengunjung yang akan masuk obyek, dan "Tol Japin Bawah" sebagai jalur pengunjung keluar.



Tol Japin Atas (dok. pribadi)

Menurut beberapa sumber,  jembatan gantung ini dibuat pada tahun 2011, untuk mempermudah akses para petani tambak udang, saat menyeberangi sungai Bogowonto dan anak sungai di sebelahnya. Memang, saat menelusuri ke dalam kawasan hutan mangrove ini, pengunjung akan sampai ke area tambak udang milik warga yang berdekatan juga dengan bibir Pantai Congot.


Jembatan Api-api sebagai jalur perlintasan (dok. pribadi)

Hutan mangrove ini sendiri, konon awalnya dirintis oleh seorang mahasiswa S2 UGM yang oleh warga sekitar dipanggil 'cut', untuk keperluan penelitiannya, di atas lahan seluas 3 Hektaran. Namun, tak jelas kapan persisnya. Hanya saja, tanaman bakau jenis Api-api ini setelah tumbuh subur menjadi kawasan hutan seperti sekarang, tak hanya mampu menahan abrasi, tapi juga bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, hingga akhirnya resmi dibuka sebagai obyek wisata, pada awal tahun 2016 lalu.

Jembatan Api-api mulai dibuka untuk pengunjung pada pukul 06.00 - 19.00 WIB. Tapi memang akan lebih tepat klo datang pas pagi atau sore hari, saat terik matahari tak begitu menyengat, dan viewnya lebih bagus.

Di lokasi ini, sedikitnya ada 10 spot selfie yang kekinian banget, dengan background alam yang indah dan natural. Di antaranya, bingkai asmara, dan gitar raksasa. Tak cuma itu, karena pengunjung juga bisa naik kapal di sungai, dengan tarif Rp 5 ribu per orang. Sayangnya, waktu itu kami tak sempat mencoba semua spot dan fasilitas itu karena banyaknya pengunjung dan antre, sementara cuaca sangat terik.




Beberapa spot selfie favorit di Jembatan Api-api (dok. pribadi)

Kami pun memutuskan untuk menuju ke pantai, sembari mencari tempat teduh dan menikmati bekal cemilan kami. Untungnya ada pendopo yang bisa kami manfaatkan untuk istirahat sambil ngemil dan memandangi birunya pantai. Sesekali terlihat anak-anak kecil dan remaja bermain ayunan di pinggir pantai.

Setelah melepas lelah sekitar 30 menit, kami memutuskan untuk pulang karena cuaca mulai mendung, sementara perjalanan kami cukup jauh. Alhamdulillah setelah hampir 2 jam perjalanan, kami tiba di rumah dengan selamat dan masih mengantongi kenangan dari wisata alam di perbatasan Jogja - Purworejo itu.

Salam Piknikers...



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip #9: Menikmati wisata kuliner malam 'romantis' di angkringan pendopo lawas Jogja

Trip #8: Berdamai dengan alam di kawasan hutan mangrove Baros

Trip #12: di Kampung Flory Sleman, Icip-icip Kuliner Ndeso