Trip #1: Menapakkan kaki di Bhumi Merapi

Hari Minggu (28/8/2016), pagi-pagi dah semangat mandi padahal biasanya paling males klo pas hari libur suruh mandi. Tapi, kali ini beda cerita karena aku mau melakukan jalan-jalan untuk mewujudkan mimpi jadi “solo traveler” yang mirip-mirip filmnya Jilbab Traveler”nya BCL sama Morgan Oey.

Jam 8.30 pagi, cerita perjalanan hari pertama dimulai. Dengan mengendarai sepeda motor butut yang selalu setia menemani kemanapun aku pergi, kususuri jalanan aspal kurang lebih 30 KM dari rumah dengan santai. Kira-kira 1,5 jam akhirnya sampai juga di Jalan Kaliurang KM 20, Sawungan, Hargobinangun, Pakem, Sleman, DIY, tepatnya di Agro Wisata Bhumi Merapi.

Jadi ceritanya, suatu ketika liat postingan temen di DP BBM dan facebooknya kalau dia barusan jalan-jalan di Bhumi Merapi bareng keluarganya. Diliat dari “view”nya sih bagus lokasinya, apalagi modelnya juga cakep yang dipotret temenku itu hehe...

Karena penasaran, aku tanya-tanya ke dia, di mana lokasinya, buka hari apa aja dan jam berapa, juga free atau bayar berapa (maklum tanggal tua dompet menipis :D). Ternyata lokasinya gampang dijangkau dan bayarnya juga gak mahal-mahal amat, Cuma sepuluh rebeng per kepala ya udah cap cus aja.

Balik ke cerita di Bhumi Ayu eh Bumi Merapi maksudnya... sampai sana langsung keluarin “senjata” HP buat cekrak cekrek lokasi yang disetting sebagai wisata edukasi untuk keluarga. Namanya agro wisata, pasti isinya tak jauh-jauh dari masalah pertanian. Bener saja, begitu masuk sampai pendopo kayu langsung disambut sama si mbak penjaga karcis. Setelah sedikit berbasa-basi, lalu mulailah cekrak cekrek sana-sini.

Cekrekan pertama di taman kambing perah yang isinya serba kambing. Sempat senyam-senyum sendiri baca papan tulisan di beberapa sudut “Aku memang bau tapi banyak yang SAYANG”, ada juga “Badanku memang bau tapi aku mempunyai tenaga kuat...” hehe.. apalagi kalau bukan kambing?

Di taman kambing perah ini, aku dan para pengunjung lain yang kebanyakan datang bersama rombongan atau paling tidak keluarga dan anak-anak kecil mereka, atau para muda-mudi, melihat budidaya peternakan kambing Ettawa dan Sanen yang beberapa sengaja diumbar supaya bisa disentuh pengunjung. Ciah... bahasanya disentuh :D

Setelah puas motret kambing, bergeser sedikit ada spot khusus selfie pengunjung yang di tengahnya menjulang batang kayu tapi bentuknya seperti tugu lalu ada tulisan “Ku tunggu foto selfiemu di sini” ahay... kreatif juga pengelolanya (gumamku sembari cengar-cengir).

Spot selanjutnya adalah taman kelinci. Waw... gak nahan liat rabbit yang unyu-unyu dengan berbagai jenis, mulai dari kelinci hias lokal dan impor, hingga kelinci pedaging. Mau liat yang bulunya “riwug-riwug”? Ada, namanya Angora, sama seperti jenis kucing. Yang bulunya halus? Banyak tapi lupa namanya haha... Cuma Mr. Yanto si pemandunya bilang, yang bulu halus diimpor dari Belanda.

Eh iya, selain bisa diliat, kelinci-kelinci ini juga boleh dibeli loh... tapi sebaiknya pesen dulu, (mungkin) karena persediaannya terbatas. Di taman kelinci ini juga ada spot yang namanya taman umbaran kelinci. Di sini, aku dan pengunjung bebas pegang-pegang kelinci yang sengaja diumbar. Mau wefie sama si unyu-unyu satu ini juga boleh.

Titik selanjutnya adalah taman reptil yang letaknya di sisi selatan taman kelinci atau timur taman kambing perah. Eits... buat kamu yang takut ular, sepertinya lokasi ini akan menjadi tempat yang serem, karena ada ular gede yang juga diumbar di taman. Tapi gak perlu khawatir, ularnya dijamin dah jinak, malah bisa juga diajak wifie-an. Mau?? Hihi... ada sekitar tiga atau empat ekor ular yang dikoleksi di taman ini bersama biawak, kura-kura dan sejenisnya, termasuk ular piton segede anaconda yang pernah aku liat di tipi. Pas aku di sana, ularnya yang gede itu lagi mau “mrungsungi” (ganti kulit). “Itu ularnya terlihat agak pucat karena akan ganti kulit. Beda sama yang ini,” kata si mas pemandu lainnya yang tiba-tiba sudah menenteng ular di pundaknya.

“Aku foto ya mas,” kataku mengarahkan kamera ke dia, eh malah dia bilang “mbaknya aja yang saya foto sama ularnya,” waduh gak... makasih deh mas... gumamku... apalagi pas pegang kulitnya licin-licin gimana gitu. Geli lah pokoknya.

Zona selanjutnya, ini nih yang buatku paling menarik, unit hidroponik... tapi sayang tanaman sayurannya terlihat gak begitu terawat jadi banyak yang mengering dan bahkan mati. Hidroponik yang ada di taman ini ternyata juga boleh dibeli meskipun harganya terhitung cukup mahal antara Rp 1,1 jeti sampai Rp 5 jeti. Gak cuma tanaman sayur sih, tanaman bunga hias juga ada di sini. Lumayan lengkap lah.

Eh pas di sana juga sempat mampir di toiletnya juga ding. Klo diliat bangunannya sih sepertinya masih baru, dan sebenarnya tempatnya juga bisa dibilang cukup bersih untuk ukuran toilet umum hanya pintunya sebagian sudah gak bisa dikunci, lah trus gimana coba? Untungnya kamar kecil yang disediakan cukup banyak jadi bisa milih yang kuncinya masih bagus.

Di Bhumi Merapi juga ada pendopo-pendopo yang bisa difungsikan sebagai ruang-ruang pertemuan outdoor dan sepertinya bisa disewa untuk rombongan yang mau bikin acara di sana. Sayangnya, agro wisata ini belum dilengkapi dengan food court, jadi kalau mau ke sana sebaiknya bawa bekal sendiri dari rumah biar gak kelaperan. Kalau untuk area parkirnya luas dan free untuk roda dua maupun mobil dan bis-bis wisata.

Puas keliling-keliling sekitar 30 menit, saatnya pulaaaangggg... dan berbagi cerita ke piknikers... ternyata, untuk piknik dan bersenang-senang gak harus mahal, Cuma modal bensin gak nyampe seliter untuk jarak tempuh 60 km-an, tiket sepuluh rebeng dan dua botol air mineral seharga lima setengah rebeng sudah bisa merefresh otak dari rutinitas.

Piknik itu emang asik, apalagi kalau everyday is holiday ahay....

Salam piknikers

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip #9: Menikmati wisata kuliner malam 'romantis' di angkringan pendopo lawas Jogja

Trip #8: Berdamai dengan alam di kawasan hutan mangrove Baros

Trip #12: di Kampung Flory Sleman, Icip-icip Kuliner Ndeso