Trip #2: 'Macak' ilmuwan di reaktor Katini BATAN


Pusat Reaktor Kartini di BATAN DIY (dok. pribadi)

Setelah jalan-jalan pertama di Bhumi Merapi, lanjut ke jalan-jalan kedua ke pusat Reaktor Kartini di kompleks kantor Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) DIY. Sebenarnya, ini bukan perjalanan yang diagendakan sebelumnya. Bahkan, aku juga gak kepikiran bakal berkunjung ke tempat para ilmuwan nuklir ini berkumpul.

Pertama, karena emang sebenarnya ini bukan tempat wisata untuk masyarakat umum, kedua, 'muatannya berat' klo bicara masalah sains. Niatnya rekreasi bisa-bisa malah jadi pening nih kepala hehe...

Tapi, jadi lain ceritanya karena suatu ketika, persisnya, hari terakhir di bulan Agustus (2016) aku bersama beberapa teman jurnalis di Jogja menghadiri undangan konferensi pers di kantor BATAN DIY. Nah, selesai acara, pak Susilo Widodo yang tak lain adalah kepala kantor tersebut mempersilakan kami untuk sekalian mengunjungi ruang Reaktor Kartini. Tapi syaratnya gak boleh motret-motret di ruang radiasi. Yach... Gak seru dong, wartawan gak boleh motret padahal itu 'senjata' kami untuk mewartakan.

Cuma karena banyak yang penasaran termasuk aku, akhirnya diiyakan juga. Jadilah kami keliling-keliling ke pusat Reaktor Kartini yang berlokasi di Kampung Kledokan, Kelurahan Catur Tunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY itu.


Pak Susilo menunjukkan renograf kepada kami (dok. pribadi)

Kunjungan dimulai sekitar pukul 10.30 WIB. Sebelum masuk ke ruang reaktor atom, kami diperkenalkan dengan sebuah alat hasil pengembangan riset nuklir di bidang kesehatan, khusunya untuk mendeteksi penyakit ginjal yang dinamai Renograf yang bentuknya masih gede. Sementara klo renograf yang sekarang sudah lebih kecil ukurannya dan praktis penggunaannya.

Lanjut ke spot selanjutnya yang sekaligus jadi 'gongnya' perjalanan kami, yaitu di ruang reaktor atom. Setelah pak Susilo sedikit berbasa-basi dan mengenalkan kami pada para pemandu yang salah satunya adalah mas Argo, kami pun diberi penjelasan soal sejarah singkat berdirinya reaktor Kartini.



Mas Argo sedang memberi kami penjelasam soal sejarah berdirinya reaktor Kartini (dok. pribadi)

Jadi, Reaktor Kartini itu merupakan satu dari tiga reaktor yang dibangun di Indonesia. Reaktor I adalah Triga 2000 yang dibangun di Bandung pada tahun 1960-an. Nah Reaktor Kartini ini adalah pembangunan yang kedua pada akhir tahun 1974, disusul reaktor GA Siwabessy di Serpong, Tangerang Selatan sekitar tahun 1980.

Reaktor Kartini sendiri mulai dioperasikan pada 25 Januari 1979 atau kira-kira empat tahun sejak pembangunan dimulai. Sengaja menggunakan nama Kartini karena untuk menghormati salah satu pahlawan kita. Tau kan siapa? (Bukan bu Harum loh ya namanya, tapi ibu Kartini) :D

Setelah diberi penjelasan panjang lebar sama mas Argo yang ramah dan baik hati, kami pun diajak masuk ke ruang radiator atomnya.

Eitss ntar dulu, gak boleh asal nyelonong... Untuk bisa masuk ke daerah radiasi yang diresmikan langsung oleh Presiden kedua, bapak Soeharto ini, ada aturan mainnya ternyata. Selain gak boleh bawa kamera, kami juga harus memakai jas khusus visitor dan alas kaki khusus pelindung sepatu berwarna kuning, sama helm 'ciduk' pengaman, dan gak boleh berlama-lama di dalam ruangan itu untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu terjadi reaksi. Beh... Ngeri juga resikonya. Tapi tenang, semua sudah dijamin keamanannya.


seorang teman jurnalis yang posenya gak sesuai ekapektasi haha (dok. pribadi)

Hasilnya?? Tet tot... Ekspektasi kami seperti ilmuwan tapi setelah liat gambar-gambarnya kok malah jadi kayak uztad-Uztadzah ya? Haha...

Begitu masuk ke ruangan, kami diajak naik ke lantai atas untuk melihat kolam reaktor atomnya yang berbentuk mirip sumur dengan diameter 2 meter dan kedalaman 6 meter. Eh, biarpun berbentuk seperti sumur tapi jangan dibayangkan ada timbanya loh ya...

Kolam ini berisi air jernih yang hampir penuh volumenya. Bahkan saking jernihnya dan agak kebiruan, kami bisa melihat dasar kolam tempat dimana beberapa selongsong bahan bakar yang berisi uranium 235 dan neutron ditanam.

Selongsong yang dengan ukuran panjang 38,9 cm dan berat 3,7 gram ini terbuat dari stainless steel berlapis tiga. Kenapa stainless steel yang dipilih? Karena selain tahan panas hingga suhu kritis 700 derajat celcius, juga alasan keselamatan sebab tahan dari kerusakan.



Pak Susilo (kanan) dan mas Argo (kiri) menjelaskan soal selongsong bahan bakar yang ditan di kol reaktor (dok. pribadi)

Kami juga sempat diberi penjelasan bahwa satu pelet uranium dengan berat 8,42 gram jika dimasukkan ke dalam PLTN akan menghasilkan energi sebesar PLTU  yang membutuhkan batu bara 807,4 kg,energi minyak 564 liter, dan migas/LNG sekitar 594 liter. Wuih... Kecil-kecil cabe rawit nih namanya.

Hanya saja tiga reaktor yang dibangun di Indonesia semuanya adalah reaktor tipe riset, sehingga tidak difungsikan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir sebagaimana di Jepang dan sejumlah negara lainnya.

Dari kolam reaktor, kami menuju ke Ruang Kontrol Utama (RKU) yang berada di pojok sisi barat daya dari ruangan tersebut. Di sini, pak Taxwim yang juga pemandu kami dengan bangganya menunjukkan alat pengontrol utama yang merupakan karya anak bangsa. Ruangan ini juga dilengkapi empat monitor pemantau dengan fungsi masing-masing, serta TV LCD beserta webcam yang sesekali digunakan untuk pembelajaran melalui teleconference dengan para mahasiswa di luar kota.

Setelah sekitar 15 menit keliling-keliling, kami pun keluar dari ruangan itu dan meninggalkan gedung reaktor Kartini dengan satu pengalaman baru. "Macak" (bergaya ala) ilmuwan di BATAN hehe...


aku (kanan) dan mas Argo (kiri) berpose di depan ruang reaktor kartini usai kunjungan (dok. pribadi)

Ternyata, gak seserem yang dibayangkan sebelumnya. Cuma, untuk bisa berkunjung ke tempat ini ada prosedurnya, salah satunya harus mengajukan permohonan terlebih dahulu, kecuali kami yang memang diberi kesempatan berkunjung secara khusus. Umumnya, yang datang ke tempat ini adalah para pelajar dan mahasiswa yang punya kepentingan belajar soal nuklir. Tapi tidak menutup peluang juga untuk masyarakat yang penasaran, dengan syarat itu tadi.

Jadi itu oleh-oleh kunjungan kami di pusat Reaktor Kartini. Sampai ketemu di cerita selanjutnya ya...

Salam picnikers

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip #9: Menikmati wisata kuliner malam 'romantis' di angkringan pendopo lawas Jogja

Trip #8: Berdamai dengan alam di kawasan hutan mangrove Baros

Trip #12: di Kampung Flory Sleman, Icip-icip Kuliner Ndeso