Trip #15: Jelajah Desa Wisata Malangan Sleman (Bagian - 2)


Souvenir dan sajian untuk kami di Desa Wisata Malangan (dok. Pribadi)

SLEMAN (piknikpiknikasik) - Seperti janji di tulisan sebelumnya ( Trip #14: Jelajah Desa Wisata Malangan Sleman (Bagian - 1), cerita perjalanan kami bareng temen-temen blogger dan vlogger dari berbagai komunitas di Jogja, masih berlanjut.

Setelah puas menikmati suasana sekaligus 'ngangsu kaweruh' (menimba ilmu) di pusat pembudidayaan lele dan gurameh secara konvensional, kami diajak ngonthel lagi menyusuri tepi persawahan, dengan jalan aspalan dan cor-coran yang tak terlalu mulus karena banyak 'jeglongannya', menuju ke dusun sebelah selatan, yang meskipun berbeda nama, tapi masih dalam lingkup Desa Wisata Malangan.

Menyambangi Pengrajin Bambu dan Batik

Hanya butuh waktu sekitar 10 menit saja dengan mengayuh sepeda, kami tiba di rumah salah satu warga yang tengah membuat anyaman kerajinan "besek" dari seratan bambu. Besek ini merupakan satu wadah berntuk persegi empat yang biasa digunakan, salah satunya untuk menaruh nasi dan lauk-pauk sebagai antar-antar saat hajatan.

Di situ, aku sempat ngobrol sebentar dengan bu Sumiyem, perempuan paruh baya yang mengaku sudah menekuni kerajinan rumahan ini, sejak belasan tahun lalu. Meskipun kadang di sela-sela kegiatannya itu, ia juga garap sawah bersama keluarganya.


Bu Sumiyem bersama warga tengah menganyam bambu di teras rumah (dok. Pribadi)

Dalam sepekan, bu Sumiyem mengaku bisa membuat sedikitnya dua kodi atau 40 unit besek, dengan harga kisaran Rp 25 ribu - Rp 26 ribu per kodi.

Saat kami mampir di sana, bu Sumiyem ditemani dua orang, termasuk simbah putri yang aku lupa namanya, cuma usianya sudah sekitar 70 tahun. Namun soal ketrampilan membuat anyaman bambu... emm jangan tanya. Beliau salah satu ahlinya. Salut, Mbah!


Mbah putri tengah menganyam bambu (dok. pribadi)

Setelah ngobrol-ngobrol dan cekrak-cekrek sebentar, kami kembali mengayuh sepeda angin menuju ke pusat pembuatan batik yang jaraknya juga gak terlalu jaub dari tempat bu Sumiyem tadi.


Kami menuju pusat batik H&S (dok. pribadi)

Adalah Rumah Batik H&S yang tepatnya berada di Dusun Krandon, Malangan yang tak hanya menyuguhkan karya-karya batik tulis nan apik, juga berbagai kerajinan termasuk aksesoris yang terbuat dari daur ulang sampah. Wow!


Sebagian hasil karya daur ulang sampah yang diperlihatkan pada kami (dok. pribadi)

Saat kami di sana, seorang ibu juga tengah memoles kain mori putih, dengan canting malam hingga membentuk motif batik tulis yang indah.


Seorang ibu tengah membatik kain (dok. pribadi)

Menurut pengakuan ownernya, H&S sebenarnya lebih banyak memproduksi dan menerima pesanan seragam motif batik tulis, cap, maupun kombinasi, untuk keperluan seragam sekolah, seragam kantor, baik partai besar maupun partai kecil.


Kami saat menikmati karya batik yang dipajang di teras rumah warga (dok. pribadi)

Sembari menikmati suguhan snack dan minuman, kami juga sibuk cekrak-cekrak dan sebagian melihat-lihat hasil karya batik yang sudah menjadi pakaian dan dipajang rapi di teras rumah pemiliknya, sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan ke selatan lagi.

Mina Padi, Pertanian dan Perikanan yang Berpadu

Tempat selanjutnya yang kami kunjungi adalah pusat pengembangan mina padi di dusun Jowahan. Mina padi ini adalah salah satu terobosan di bidang pertanian yang memadupadankan antara bercocok tanah konvensional dengan perikanan di area persawahan. Sistem pertanian ini juga sudah mulai dikembangkan di wilayah Sleman, dalam beberapa tahun terakhir.

Bapak Karjono, salah satu petani mina padi yang juga pengurus kelompok tani setempat mengungkapkan bahwa dengan sistem pertanian mina padi ini terbukti mampu meningkatkan pendapatan petani. Sebab, selain memanen padi, ia juga sekaligus memanen ikan air tawar yang disebar di sela-sela tanaman padi.

Kehadiran ikan-ikan di air genangan tanaman padi itu ternyata tak sekedar memberikan nilai ekonomis, tapi juga membantu petani untuk mengatasi masalah hama tanaman, seperti gulma dan tikus. Wah, sekali tiga uang ya klo gitu.


Pak Karjono saat memberi makan
ikan-ikannya di persawahan (dok. pribadi)

Menurutnya, setiap seribu meter persegi sawah, sebelum menerapkan sistem mina padi rata-rata menghasilkan panenan 8 kwintal gabah. Tapi setelah mina padi, hasil panenan bisa pencapai lebih dari 9 kwintal gabah plus beberapa kali panenan ikan. Hemm... untungnya berapa ya??? Hanya mereka yang tau, kita mah gak dikasih bocoran soal itu hehe...

Nah, udah puas ngobrol dan jeprat-jepret sambil ngasih makan ikan, kami pun bergeser lagi, untuk melanjutkan petualangan kami, di hari jelang siang. Kemana?? Tunggu cerita lanjutannya ye..


Salam Piknikers...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip #9: Menikmati wisata kuliner malam 'romantis' di angkringan pendopo lawas Jogja

Trip #8: Berdamai dengan alam di kawasan hutan mangrove Baros

Trip #12: di Kampung Flory Sleman, Icip-icip Kuliner Ndeso